Jakarta –
Maraknya kasus perundungan yang terjadi akhir-akhir ini membutuhkan perhatian khusus, terlebih hal ini terjadi pada satuan pendidikan, mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA sederajat. Menanggapi hal tersebut, DPRD Provinsi Jawa Tengah merespons dengan mengadakan FGD Pencegahan dan Penanganan Bullying di Satuan Pendidikan.
Diketahui, acara tersebut dilaksanakan di Kota Semarang sebagai Ibu Kota Jawa Tengah dengan mengundang 75 Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun swasta. Acara yang digelar di Hotel Horison Kota Lama ini menghadirkan Narasumber Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan Kota Semarang, Yayasan Anantaka dan Psikolog dari Unissula.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah Sukirman mengatakan pemerintah harus serius menangani kasus perundungan perlu dikembangkan sistem di satuan pendidikan agar bisa tertangani dengan baik agar anak-anak merasa nyaman berada di sekolah.
“Selain satuan pendidikan, orang tua sangat berperan dalam mencegah dan menangani perundungan, pola pengasuhan dan kontrol dari orang tua menjadi kunci utama,” ujar Sukirman dalam keterangan tertulis, Senin (2/10/22023).
Baca juga: DPRD Jateng Harap OJK Terus Beri Masukan soal Kinerja BUMD Keuangan
Menurutnya, anak-anak belajar menghargai, menyayangi, dan bersikap positif itu dimulai dari keluarga. Orang tua juga harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak sehingga mereka punya kedekatan dan mengetahui persoalan yang dialami oleh anak-anak.
Sukirman mengatakan selama ini orang dewasa menganggap perundungan ini sebagai candaan sehingga tidak perlu direpons serius. Padahal, dampaknya banyak sekali mulai dari luka fisik, trauma, penurunan performa belajar, drop out sekolah, bahkan hingga bunuh diri.
Ia menambahkan hal ini menjadi penting bagaimana satuan pendidikan membuat program pencegahan dan penanganan perundungan di lingkungan satuan pendidikan.
Maka dari itu, ia berharap dengan FGD ini akan dapat memotret persoalan perundungan di satuan pendidikan. Ini akan menjadi sample untuk melihat sejauh mana pencegahan dan penanganan bullying di satuan pendidikan dan kebutuhan apa yang harus di-support oleh pemerintah.
Sejalan dengan Sukirman, Direktur Yayasan Anantaka, Tsaniatus Solihah mengatakan perundungan ini adalah sebuah budaya yang sudah terjadi turun temurun, selama ini orang tua menganggap ini sebagai candaan sehingga tidak direspons serius dan anak-anak terbiasa dengan hal tersebut, sekolah wajib untuk menggandeng orang tua bersama-sama melakukan pencegahan dan penanganan.
Sementara itu, Kabid Pembinaan SMP Erwan Rachmat mengatakan Dinas Pendidikan Kota Semarang sudah berupaya melakukan pencegahan perundungan melalui program-program yang dilaksanakan di tiap-tiap sekolah.
“Dinas Pendidikan Kota Semarang sudah mulai bergerak dari tahun 2017 untuk program pencegahan perundungan dengan melibatkan anak-anak sebagai agen perubahan pencegahan, namun belum semua sekolah mengembangkan program ini. Hal ini akan menjadi perhatian dinas agar program ini bisa dikembangkan di semua sekolah di Kota Semarang,” tutur Erwan Rachmat Kabid Pembinaan SMP.
Ia pun membeberkan jika perundungan sudah terjadi, maka pihak sekolah maupun pihak yang berwenang harus melakukan intervensi kepada setidaknya tiga pihak. Pertama adalah pelaku, bagaimana dia bisa menyadari bahwa perilaku yang dilakukan tidak tepat sehingga dia bisa merubah perilakunya.
Selanjutnya yakni korban, pihak sekolah harus memastikan bagaimana mereka tidak mengalami trauma baik fisik maupun mental. Pihak sekolah juga harus memastikan agar mereka bisa kembali ke lingkungan nya dengan baik.
Ketiga, lanjut Erwan, adalah saksi atau orang yang melihat. Meskipun mereka tidak ikut melakukan perundungan, tetapi hal ini sangat berpotensi untuk menjadikan mereka sebagai pelaku. Para saksi harus diedukasi bahwa perilaku yang mereka lihat adalah bukan perilaku yang tepat dan harus dihindari.